You need to enable javaScript to run this app.

Sejarah Yayasan Perguruan Islam Monumen (PIM) Mujahidin Bageng

SEKILAS TENTANG KEBERADAAN MONUMEN MUJAHIDIN

SEJARAH BERDIRINYA YAYASAN PERGURUAN ISLAM MONUMEN MUJAHIDIN

Desa Bageng termasuk wilayah Kecamatan Gembong Kabupaten Daerah Tingkat II Pati (Jawa Tengah). Jarak dari kota Pati ada 20 KM. Ke arah barat laut.

Semula berupa daerah pedukuhan, bagian dari desa Plukaran. Sebagai Kepala Dukuhnya (Kamituwo) ialah Ki Suro Genthi. Setelah warga pedukuhan makin banyak, maka pedukuhan ini dijadikan desa tersendiri dengan nama desa BAGENG.

Nama Bageng sendiri sebenarnya diambil dari nama panggilan beliau yang lebih terkenal dengan EMBAH AGENG. Panggilan ini sebagai wujud kepemimpinan dan wibawa beliau di kalangan warga masyarakat sekitar. Misalnya perlindungan dan pembelaan terhadap warga desa Bageng ketika kerja paksa membuat jalan Daendels sebelah barat Margarejo – Pati. Kebencian terhadap penjajah telah ditanamkan semenjak berdirinya desa ini. Semangat ini merupakan warisan turun-temurun yang dimiliki warga desa Bageng dan sekitarnya.

Sebagai Ulama yang pertama menyiarkan Agama Islam di Bageng ialah KH Dawud (1860-1965). Beliau semula mesantren di Jontro (Wedarijaksa-Pati) pada K. Imam Tabut. Pada usia 40 tahun barulah beliau pulang dan menyiarkan Agama Islam. Pada tahun 1901 lahirlah putra beliau yang pertama ialah KH.Dahlan (1901-1980).

Diantara santri KH. “Dawud ialah KH. Ali Isran. Selesai mesantren di Kudus, bersama KH. Dahlan, KH. Hasyim, KH. Zaini dan Ulama lainnya, meningkatkan bentuk pendidikan Agama Islam menjadi Madrasah. Hal ini terjadi pada tahun 1934, dan inilah toggak awal berdirinya Madrasah.

A. Masa Perjuangan Kemerdekaan (1934-1945)

Pendidikan di Madrasah diberikan pada siang dan malam hari. Pagi hari mereka ikut mengerjakan sawah atau ladang milik kiyahi. Tempat belajar cukup di Masjid, Mushalla atau di rumah kiyahi itu sendiri.

Setiap desa, diminta untuk mengirimkan sedikitnya dua orang santri, diharapkan kelak menjadi kader penyiar Islam di daerahnya.

Dengan adanya kemajuan seperti ini maka pihak penjajah selalu mengadakan tekanan-tekanan, namun segala tekanan tersebut bahkan menjadi cambuk untuk mencapai kemerdekaan. Semangat inilah yang selalu ditanamkan kepada para santri.

B. Masa Mempertahankan Kemerdekaan (1945-1950)

Setelah proklamasi kemerdekaan, penjajah bermaksud menguasai kembali bumi Indonesia. Maka Bageng sebagai pusat pendidikan dan pergerakan pada waktu itu selalu menjadi sasaran penjajah.

Ketika terjadi pemberontakan PKI-Muso di Madiun, Bageng menjadi sasaran kaum komunis. Para Ulama di Bageng dimasukkan daftar hitam untuk dibunuh. Untunglah rencana jahat tersebut tidak terlaksana keburu datangnya pasukan Siliwangi.

Kembali menjadi sasaran, ialah ketika terjadi agresi Belanda kedua. Bageng dibumi hangus dengan serangan dari darat dan udara, sehingga banyak jatuh korban harta dan jiwa. Diantaranya ialah dibunuhnya KH. Zaini, pejuang dan pendiri Madrasah di Bageng serta dua orang anggota ABRI bernama Darimin dan Wahman.

Pelaksanaan pendidikan di Madrasah praktis mengalami berbagai hambatan. Pengajaran hanya di berikan di sela-sela perjuangan dan ketika dalam keadaan aman.

C. Pembinaan Setelah Penyerahan Kedaulatan Republik Indonesia.

Mulai tahun 1950 setelah keadaan benar-benar aman, maka barulah pendidikan di Madrasah dipergiat kembali. Madrasah ini kemudian dinamakan Madrasah Islamiyah. Fihak Departemen Agama mulai memberikan bimbingan guna kemajuan selanjutnya.

Pada tanggal 1 April 1961 dibuka Madrasah Tsanawiyah, yang kemudian disempurnakan pada tanggal 20 Desember 1969 dengan mempergunakan Kurikulum Departemen Agama.

Peningkatan selanjutnya dengan membuka Madrasah Aliyah pada tanggal 2 Januari 1971. Tamatan generasi pertama Madrasah Aliyah ini dapat diterima pada IAIN Walisongo Jawa Tengah, pada tahun kuliah 1974.

D. BERDIRINYA MONUMEN PERJUANGAN.

Pada tahun 1975 beberapa bulan setelah menjabat Bupati Kepala Daerah tk. II Pati, Bapak Drs. Rustamsantiko berkenan mengadakan kunjungan ke daerah-daerah. Antara lain ke Madrasah Bageng. Melihat kenyataan sejarah dan peranan Bageng sebelum dan sesudah proklamasi, beliau tidak dapat menutup mata demikian saja atas fakta sejarah ini.

Bageng pernah menjadi pusat strategi dan pemerintahan militer tingkat karesidenan, dengan menghimpun lima kekuatan:

  1. Pertahanan Jepara Timur dibawah pimpinan KayorBasuno dari Batalion Siliwangi.
  2. Pertananan Kudus Utara dibawah pimpinan Mayor Kusmanto dari Batalion Panembahan Senopati.
  3. Pertahanan Pati Utara dibawah pimpinan Kapten Ali Mahmudi dari Batalion Ronggo- lawe.
  4. Pemerintahan Sipil dibawah pimpinan Bapak Muchtar Hs. Asisten Wedana di Gembong.
  5. Pertahanan oleh Masyarakat dan hizbullah dibawah pimpinan KH. Ali Isran.

Kelima pertahanan tersebut bersatu padu menggalang kekuatan, dengan kapten Ali Mahmudi sebagai pimpinan tertinggi.

Diantara pelaku sejarah tersebut masih banyak yang berada di sekeliling kita, antara lain Bapak H. Kardiman, Bapak Maslam, Bapak Muchtar Hs., Bapak KH. Ali Isran, dan Bapak. Hadi Salim.

Dari kenyataan inilah Bapak Bupati Kepala Daerah tk. II Pati berkenan membuat monumen perjuangan di Gembong dan Bageng. Monumen untuk Gembong berupa patung pejuang. Khusus unuk Bageng, Bapak KH. Ali Isran mohon diwujudkan dalam bentuk Madrasah. Hal ini diterima Bapak Bupati, maka berdirilah monumen dalam bentuk Perguruan Islam, dengan nama MUJAHIDIN.

Tanda Monumen ini berupa Prasasti yang ditanam pada dinding Madrasah, dan Bapak Prof. Dr. H. A. Mukti Ali, MA., Menteri Agama RI berkenan meresmikannya pada tanggal 31 Oktober 1975.

Logo Yayasan PIM Mujahidin Bageng

Bagikan artikel ini:

Beri Komentar

H. Nur Cholis, S. Pd.I.

- Kepala Madrasah -

Puji  syukur  kehadirat  Allah  SWT  karena  rahmat  dan  hidayah-Nya  website MTs PIM Mujahidin Bageng Kecamatan Gembong Kabupaten Pati  dapat ...

Berlangganan